Tuesday 11 August 2015

Kisah Seorang Brahmana

Suatu saat, seorang brahmana menyaksikan sekelompok bhikkhu sedang membenahi jubah, ketika mereka mempersiapkan diri memasuki kota untuk menerima dana makanan. Sementara menyaksikan, ia melihat bahwa jubah beberapa bhikkhu tersebut menyentuh tanah dan menjadi basah oleh embun yang terdapat di rerumputan. Maka ia membersihkan bidang tanah itu.
Hari berikutnya, ia melihat bahwa jubah para bhikkhu menyentuh tanah lumpur, jubah tersebut menjadi kotor. Maka ia menutupi tanah tersebut dengan pasir. Kemudian pula, ia memperhatikan bahwa para bhikkhu akan berkeringat saat matahari bersinar dan menjadi basah saat hujan turun. Akhirnya, ia membangun sebuah rumah peristirahatan untuk para bhikkhu di tempat mereka biasa berkumpul sebelum memasuki kota untuk menerima dana makanan.
Ketika bangunan tersebut telah selesai, ia mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu untuk menerima dana makanan. Brahmana tersebut menjelaskan kepada Sang Buddha bagaimana ia telah melaksanakan perbuatan baik tersebut selangkah demi selangkah.
Kepadanya Sang Buddha berkata, “O Brahmana! Para bijaksana melaksanakan perbuatan baik mereka sedikit demi sedikit, dan secara bertahap serta terus menerus mereka menanggalkan noda-noda kekotoran batin,”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 239 berikut :
Dengan latihan bertahap, sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu hendaklah orang bijaksana
membersihkan noda-noda yang ada dalam dirinya, bagaikan seorang pandai perak membersihkan perak yang berkarat.

Brahmana itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma tersebut berakhir.

Sutta Pitaka-Khuddaka Nikaya-Dhammapada Atthakatha (239)
Sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-seorang-brahmana-3/

Saturday 8 August 2015

Kisah Nandiya

Nandiya adalah seorang kaya berasal dari Baranasi. Setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha tentang manfaat membangun vihara-vihara untuk para bhikkhu, Nandiya membangun Vihara Mahavihara di Isipatana. Bangunan tersebut tinggi dan penuh perabotan. Segera setelah vihara tersebut dipersembahkan kepada Sang Buddha, sebuah rumah besar muncul untuk Nandiya di alam surga Tavatimsa. Suatu hari ketika Maha Moggallana Thera mengunjungi alam surga Tavatimsa, dia melihat sebuah rumah besar diperuntukkan bagi pendana Vihara Mahavihara di Isipatana. Setelah kembali dari alam surga Tavatimsa, Maha Moggallana Thera bertanya kepada Sang Buddha, “Bhante ! Untuk mereka yang melakukan perbuatan baik, apakah mereka akan mempunyai rumah besar dan kekayaan lain tersedia di alam surga, meskipun mereka masih hidup di dunia ini ?”
Kepadanya Sang Buddha berkata, “Anak-Ku, mengapa kamu bertanya hal itu ? Apakah kamu tidak melihat rumah besar dan kekayaan menunggu untuk Nandiya di alam surga Tavatimsa ? Para dewa menunggu kedatangan dari orang yang berbuat baik dan dermawan, seperti sebuah keluarga menunggu kembalinya seseorang yang telah lama bepergian. Ketika orang baik meninggal dunia, mereka disambut dengan gembira untuk tinggal di alam surga.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 219 dan 220 berikut :
Setelah lama seseorang pergi jauh dan kemudian pulang ke rumah dengan selamat,
maka keluarga, kerabat dan sahabat akan menyambutnya dengan senang hati.


Begitu juga, perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut pelakunya yang telah pergi dari dunia ini ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut pulangnya orang tercinta. 
 
Sutta Pitaka-Khuddaka Nikaya-Dhammapada Atthakatha (219, 210)
Sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-nandiya/

Friday 31 July 2015

Kisah Seorang Brahmana

Ada seorang brahmana tinggal di Savatthi, dan dia bukan seorang Buddhis. Tetapi Sang Buddha mengetahui bahwa brahmana akan mencapai tingkat kesucian sotapatti dalam waktu dekat. Maka Sang Buddha pergi ke tempat brahmana membajak ladangnya dan mengajak berbicara dengannya. Brahmana menjadi sahabat dan berterima kasih kepada Sang Buddha yang telah berkenalan dengannya dan memperhatikan pekerjaannya di ladang.
Suatu hari dia berkata kepada Sang Buddha, “Samana Gotama, bila nanti saya menuai padi dari ladang ini, pertama sekali saya akan memberikan sebagian hasil panen ini kepadaMu sebelum saya mengambilnya. Saya tidak akan memakan beras saya sebelum saya memberikan kepadaMu.” Sang Buddha mengetahui bahwa brahmana itu tidak mempunyai kesempatan untuk memanen padi dari ladangnya tahun ini, tetapi Beliau berdiam diri.
Kemudian pada malam sebelum si brahmana memanen padinya, turun hujan lebat menyapu semua tanaman padinya. Sang brahmana sangat sedih karena dia tidak mungkin memberikan sebagian hasil panen kepada temannya, Samana Gotama.
Sang Buddha pergi ke rumah brahmana dan sang brahmana memberitahukan tentang bencana besar yang menimpanya. Sang Buddha menjawab, “Brahmana, kamu tidak mengetahui sebab penderitaan, tetapi saya mengetahui. Jika kesedihan dan ketakutan muncul, hal-hal itu disebabkan oleh keinginan.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 216 berikut :
Dari keinginan timbul kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan;
bagi orang yang telah bebas dari keinginan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

Brahmana mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Sutta Pitaka-Khuddaka Nikaya-Dhammapada Atthakatha (216)
Sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/kisah-seorang-brahmana/